ads

Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

apakah kita harus bermadhab....?

ketika kita dihadapkan kepada sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman pribadi..seperti.....             apakah kita harus bermadhab...?             siapa imam Madhab kamu.....?

konsep Islam yang sesungguhnya


memperbaiki paradigma, mengenai konsep Islam yang sesungguhnya (hasil kajian keislaman bersama Syeikh Muhammad Fathurrahman M.Ag)


sebuah pencerahan dalam disiplin ilmu..............
memecahkan kebuntuan dalam berpikir...............


hal ini lah yang selama ini menjadi harapan


membuat islam menjadi ter kotak-kotak

dengan istilah 73 golongan...
dan ini hanya istilah saking banyaknya


seperti istilah pusing 7 keliling

atau tai kahulu-hulu (istilah karna bodohnya seseorang)
harta tak akan habis 7 turunan (menggambarkan banyaknya harta seseorang)


jelas lah cakrawala pemikiran kita

saat kita urut kembali peta perjalanan dan perkembangan disiplin ilmu

Biografi Tokoh Pemikiran Islam

SETIAP agama-agama yang ada di dunia, baik itu monoteis maupun politeis, atau agama samawi dan ardhi, tentu mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dalam menapaki perjalanan panjang menyebarkan ajaran agama kepada umatnya di dunia. Begitu juga dengan Islam, sebagai agama monoteis yang terakhir dan dipercaya umatnya sebagai agama rahmatan lil a’lamiin, telah berjalin berkelindan dengan suatu konstruksi kebudayaan dan pemikiran di setiap zaman yang telah dilaluinya. Di mana dalam setiap zamannya telah melahirkan berbagai macam aliran pemikiran yang terkesan-secara selintas -mereduksi makna Islam itu sendiri.

 Pemikiran yang telah mewarnai segala macam ranah islami dalam setiap konteksnya. Tentunya mempunyai implikasi yang besar bagi perilaku kehidupan dan pola pikir umatnya. Kita tentu sudah mengetahui secara mendalam bagaimana zaman kebaruan Islam dimulai. Atau, masa-masa pembaruan Islam, yang pengaruhnya tidak hanya berlaku dan menjadi mainstream dalam suatu wilayah di dunia Islam secara lokal. Akan tetapi, ia pun berlaku hingga ke luar wilayah-baik di dunia Islam maupun di luar dunia Islam-di mana terdapat suatu arus pemikiran yang telah berkembang. Dengan tujuannya yang hanya ingin menambah sumber kepustakaan pada mata kuliah Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (PPMDI) di jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta, yang dirasakan masih sangat minim, Didin Saefudin dengan kemampuan intelektualnya yang maksimal dan sebagai seorang yang mempunyai otoritas dalam studi Islam Timur Tengah, buku ini hadir di hadapan pembaca, khususnya para mahasiswa yang bergelut dan mengkaji pemikiran modern di dunia Islam. Dalam buku ini ditampilkan 17 tokoh Islam modern dan postmodern yang mempunyai zaman keemasannya masing-masing. Di dalamnya juga diuraikan mengapa dunia Islam bisa memunculkan pemikiran-pemikiran modern yang biasanya bukan dari mainstream Islam, melainkan dari Barat, khususnya ketika dunia Arab mengalami masa kebangkitan setelah sekian lama mendekam dalam kemandegan. Memang dalam Islam, khususnya dalam teks-teks kitab suci Al Quran dan tentunya As Sunnah, terdapat berbagai jenis interpretasi. Ada teks-teks yang tidak dapat ditafsirkan secara mutlak kontekstual. Akan tetapi, juga ada yang dapat ditafsirkan secara kontekstual, namun ayat-ayat itu hanyalah ayat-ayat yang bersifat muamalah sebab ayat-ayat yang bersifat ubudiyah harus diambil apa adanya (taken for granted). (hlm1) Dengan begitu, jelaslah bahwa Islam memang agama yang memiliki watak shalih li kulli zamanin wa makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat). Ia juga universal, artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, keadaan dan waktu. Dari ketujuh belas tokoh pemikiran modern dan postmodern itu diuraikan dengan pendekatan biografi intelektual dan diuraikan satu demi satu tokoh-tokoh pemikiran tersebut. Serta dielaborasi pula perjalanan hidup dan pergulatannya dalam wacana pemikiran modern, walaupun mungkin hanya terbatas. (hlm 7) Lebih dari itu, buku ini juga tidak hanya mengungkap tokoh-tokoh pemikiran yang ada dunia Arab saja dan tidak hanya menguraikan tokoh-tokoh yang hidup di sekitar abad ke-19 saja. Buku ini juga memasukkan para tokoh di luar dunia Arab dan para tokoh yang lahir pada abad 20. Di antara tokoh-tokoh tersebut (di luar arab dan lahir abad dua puluh) adalah Nurcholish Madjid dan Muhammad Natsir dari Indonesia; Ali Syariati, Sayyid Hossein Nasr (sekarang tinggal di Amerika Serikat) dan Ayatullah Khomaeni dari Iran; Ismail al-Faruqi dari Palestina; Hasan Hanafi dari Mesir dan lain sebagainya. Meski demikian, secara garis besar dari ketujuh belas tokoh tersebut, buku ini membagi kategori pemikiran mereka ke dalam tiga kelompok pemikiran. Pertama, mereka mencoba untuk menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri dari ikatan-ikatan nas. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Muhammad Iqbal, Sayyid Ameer Ali, Taha Husein, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, dan Nurcholish Madjid. Kelompok pertama ini direpresentasikan para cendekia. Kedua, mereka mengaplikasikan ayat-ayat Al Quran secara konsepsional dalam kehidupan keumatan. Hal ini dapat dilihat dari Jamaluddi al-Afghani, Muhamad Abduh, Sayyed Hossein Nasr, Ali Syariati, dan Ismail al-Faruqi. Kelompok ini direpresentasikan kalangan para pemikir aktivis. Adapun ketiga, mereka mencoba menerapkan pesan-pesan ayat Al Quran secara ideologis dalam konteks zamannya, hal seperti itu terlihat pada Abul A’la al-Maududi, Sayyid Quthb, Ayatullah Khomaeni, dan Muhammad Natsir. Kelompok ketiga ini diwakili kalangan pemikir praksis. Kemudian lebih lanjut dari ketiga kelompok pemikiran di atas, dilihat dari aras pemikirannya, kelompok pertama dapat dimasukkan ke dalam pemikiran liberal, kedua pemikiran konsepsional dan ketiga pemikiran ideologis. (hlm 3) Terlepas dari berbagai jenis pengategorian yang diuraikan dalam buku ini, walaupun dalam pendahuluannya telah dinyatakan bahwa sekalipun hanya ketujuh belas biografi tokoh pemikiran pembaruan Islam ini saja yang ditampilkan, namun bukan berarti ia (penulis buku ini) menafikan pemikir muslim yang lain yang mungkin lebih layak untuk ditampilkan. Akan tetapi, bila melihat dari ketujuh belas tokoh yang ditampilkan di sini terkesan bahwa penulis buku ini hanya ingin menampilkan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar dalam arus dan wacana pemikiran. Bahkan, seperti tokoh-tokoh Sayyid Quthb dan Abul A’la Al-Maududi tidak hanya berkutat pada arus wacana, melainkan langsung pada tataran praksis dan jelas pengaruh mereka sangat besar sekali dan begitu pula yang lainnya. Kemudian mengapa tokoh seperti Muhammed al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd atau mungkin Bassam Tibi tidak ditampilkan? Padahal, tokoh-tokoh tersebut juga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam wacana pemikiran Islam. Lebih dari itu, dalam pengategorisasian terhadap tokoh-tokoh di atas yang diberikan dalam buku ini, bila dilihat dalam konteks kekinian, bisa jadi sudah mengalami pergeseran. Itu bisa terlihat pada kasus Nurcholish Madjid-yang sering biasa disapa Cak Nur-di mana banyak yang mengatakan bahwa Cak Nur bukanlah tokoh pemikir liberal, melainkan ia lebih kepada Neo Tradisionalisme. Namun, biarpun begitu, buku ini setidaknya dapat kembali menyegarkan perdebatan di sekitar arus wacana pemikiran Islam yang selama ini mungkin bisa dikatakan sudah mengalami kebekuan. Apalagi untuk kasus di Indonesia tampaknya belum memunculkan tokoh- tokoh pemikiran sebagaimana yang diuraikan dalam buku ini. Atau, belum lagi ada sosok-sosok sekaliber Cak Nur, bahkan mungkin melebihi Cak Nur.




 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. DARJA - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger